Mengambil alih bisnis keluarga kami yang berusia 40 tahun di usia 32, saya menghadapi dilema kepemimpinan Jawa klasik—bagaimana menghormati unggah-ungguh (etika budaya) kami sambil mendorong perubahan yang diperlukan. Bimbingan SSC tidak hanya mengajarkan saya kepemimpinan modern; beliau menunjukkan cara menenunnya ke dalam kain budaya kami yang sudah ada.

Sebagai organisasi nirlaba, kami mengandalkan niat baik. SSC membantu merancang sistem yang memadukan semangat komunal dengan profesionalisme. Kini, para sukarelawan bertahan bukan hanya karena solidaritas, tapi juga karena pertumbuhan pribadi.

Dalam budaya kami, pemimpin wanita sering kali dianggap 'terlalu ambisius'. Leksana membimbing saya untuk mengembangkan gaya yang tegas namun lembut—ibarat 'air yang mengikis batu'. Kini, tim saya menghormati kepemimpinan yang asertif namun tetap harmonis.

Berkat fasilitasi dari tim SSC, saya belajar menerjemahkan konsep kepemimpinan modern ke dalam konteks budaya kami. Hasilnya? Para manajer pabrik kami kini menjalankan sesi musyawarah yang benar-benar menghasilkan rencana yang dapat dieksekusi.

Leksana mengajarkan kami bahwa perubahan budaya bergerak dengan kecepatan kepercayaan (speed of trust). Saat kami tidak sabar menantikan hasil yang cepat, beliau membantu kami menghargai terobosan sunyi—sebuah percakapan sulit ditangani dengan baik, suara yang lama terdiam akhirnya didengar.

Metrik yang kami lacak kini berbeda: kualitas dialog, kedalaman mendengarkan, dan kemauan untuk bersikap rentan (vulnerable). Inilah transformasi nyata yang dimungkinkan oleh SSC bagi kami.

Perubahan yang terjadi tidak kentara, tapi terus menumpuk. Lebih banyak kata 'terima kasih' di email. Tidak ada lagi sikap defensif saat menerima kritik. Lebih banyak karyawan yang mengajukan diri untuk proyek berat. Satu tahun berlalu, dan suasana kerja kami terasa benar-benar baru.

ang paling mengejutkan saya adalah efek riak (ripple effect) yang ditimbulkan. Setelah Leksana bekerja dengan tim eksekutif kami, kami mulai melihat keterbukaan yang sama merembes turun hingga ke pertemuan staf lini depan.

Terobosan nyata justru terjadi beberapa bulan setelah sesi terakhir kami, ketika saya menyadari tim kepemimpinan saya menyelesaikan konflik tanpa melibatkan saya. SSC telah membantu mereka mengembangkan 'otot mediasi' mereka sendiri.

Awalnya saya meragukan pendekatan yang lembut (soft approach) ini. Namun, setahun kemudian, survei karyawan kami menunjukkan sesuatu yang luar biasa—72% mengatakan mereka kini merasa aman untuk menyampaikan tantangan yang dihadapi.

Leksana memiliki bakat yang langka—beliau menciptakan ruang yang begitu aman sehingga para pemimpin yang paling tertutup sekalipun bersedia membuka diri. Pertanyaan-pertanyaan beliau yang lembut namun tajam membantu saya mengungkap titik buta (blind spot) yang telah saya hindari selama bertahun-tahun. Terobosannya? Saya berhenti memimpin berdasarkan rasa takut, dan mulai menginspirasi berdasarkan rasa percaya.

Fasilitasinya tidak hanya menyelaraskan tim—tetapi mengharmoniskan mereka. Kami memasuki ruangan dengan agenda yang saling bersaing. Proses Leksana membuat kami bersama-sama menciptakan strategi yang begitu terpadu, rasanya seperti kami berbagi satu pikiran.

Dalam offsite kepemimpinan kami, ketegangan sangat tinggi. Leksana tidak menengahi; beliau 'menyediakan ruang' (held space) dengan sangat terampil sehingga kami menyelesaikan konflik sendiri. Hasilnya? Sebuah pakta kepemimpinan yang mengubah budaya kerja kami dalam enam bulan.

Kebanyakan konsultan memberikan jawaban. Leksana membuka pintu-pintu yang bahkan Anda tidak tahu keberadaannya. Dalam satu sesi, beliau mengubah tantangan yang dianggap 'jalan buntu' menjadi peluang strategis—tim kami kini merintis pasar yang sama sekali baru.

Leksana menanam benih yang tumbuh seiring waktu. Pertanyaan-pertanyaan yang terasa sederhana di sesi ('Apa yang tidak kita ungkapkan?') kini telah menjadi bagian dari DNA tim kami. Kami sekarang mampu mendeteksi ketegangan kami sendiri yang tidak terucapkan.

Awalnya, tidak ada yang terlihat berbeda setelah sesi SSC. Tetapi enam bulan kemudian, saya menyadari rapat tim kepemimpinan kami telah bertransformasi—lebih sedikit basa-basi, dan lebih banyak dialog otentik. Orang-orang mulai mengungkapkan kebenaran mereka tanpa rasa takut.

Keajaibannya ada pada apa yang tidak Leksana lakukan. Beliau tidak pernah memberi kami jawaban, namun menciptakan ruang di mana kami dapat menemukannya sendiri. Perlahan, tim kami belajar untuk berdiam dalam ketidaknyamanan dan muncul dengan keputusan yang lebih bijak.

Setelah bekerja dengan SSCLeadership, saya mulai menyadari adanya pergeseran kecil namun mendalam—seorang anggota tim junior berani menyampaikan pendapat dalam rapat, dan dua kepala departemen menyelesaikan ketegangan tanpa intervensi HRD. Perubahannya terjadi secara sunyi, namun nyata.

Bakat terbesar Leksana adalah membantu kami untuk 'memperlambat' proses. Dulu kami terbiasa terburu-buru mencapai konsensus artifisial, sekarang kami meluangkan waktu untuk mendengarkan pandangan yang berbeda. Keputusan kami kini bertahan lebih baik karena semua orang merasa didengar.

Energi di kantor kami terasa berubah drastis sekitar delapan bulan setelah sesi coaching. Lebih banyak tawa di lorong, lebih banyak masukan yang jujur dalam rapat. Rasanya seperti kami semua diingatkan bahwa kami adalah manusia seutuhnya terlebih dahulu.