top of page

PARADOKS MENDENGARKAN DALAM KEPEMIMPINAN: Mengapa Anda Tak Bisa Mendengar Mereka Sebelum Anda Mau Mendengarkan Diri Sendiri

  • Gambar penulis: Leksana TH
    Leksana TH
  • 6 Des 2021
  • 7 menit membaca

Diperbarui: 7 hari yang lalu

Mendengarkan adalah sebuah skill yang tampak sederhana, namun sesungguhnya tidak. Kebanyakan dari kita percaya bahwa kita sudah mendengarkan dengan baik. Tetapi mendengarkan secara mendalam ialah mendengarkan yang menumbuhkan empati, kepercayaan, dan pemahaman, melampaui sekadar mendengar rangkaian kata-kata. Ketika dipraktikkan dengan sungguh-sungguh, mendengarkan secara mendalam menjadi proses yang terlibat dan aktif, yang mampu mentransformasi hubungan, memperkuat komunikasi, dan meningkatkan kualitas kepemimpinan. Para pemikir terkemuka di bidang psikologi, kepemimpinan, dan mindfulness telah membuktikan bahwa mendengarkan yang efektif bukanlah tindakan pasif, melainkan sebuah praktik yang sangat disengaja, yang menuntut kehadiran penuh, empati, serta keterbukaan untuk memahami sesuatu yang tidak hanya dari kata-katanya saja.


Seni Mendengarkan dan Makna Terdalamnya di Leadership.
Seni Mendengarkan dan Makna Terdalamnya

Anda sedang berada dalam rapat penting yang bisa menimbulkan masalah.

Seorang anggota tim, ā€œDona,ā€ tampak jelas sedang gelisah. Ia mulai memaparkan semua ā€œketimpangan yang tidak mungkinā€ dari proyek yang Anda pimpin.

Anda sedikit mencondongkan tubuh, mengaktifkan suara pemimpin terbaik Anda, lalu berkata,

"Dona, saya mengerti kamu sedang frustrasi." Dari luar, Anda terlihat seperti sosok pendengar aktif yang ideal — tenang, hadir, dan profesional.


Namun di dalam kepala, suara Anda berteriak:

> "Kita tinggal dua minggu menuju peluncuran. Kenapa dia jadi emosi sekarang?" > "Ini mengganggu. Dia tidak menunjukkan sikap sebagai pemain tim." > "Langsung ke intinya saja biar cepat saya bereskan dan kita lanjut."


Dona menangkap ekspresi wajah Anda yang kaku. Ia merasakan ketidaksabaran yang tak terucap. Ia berhenti berbicara, bahunya sedikit merunduk, lalu berkata pelan, "Sudahlah... tidak apa-apa."

Saat itu juga, Anda telah gagal.

Inilah kegagalan paling umum dalam komunikasi kepemimpinan. Seorang pemimpin mungkin telah mengucapkan semua kata yang ā€œbenarā€, namun tetap gagal dalam interaksi. Mengapa? Karena kondisi internalnya — ketidaksabaran, agenda tersembunyi, dan penilaian diam-diam — memancarkan gelombang yang begitu kuat, hingga menenggelamkan setiap upaya membangun koneksi yang autentik.


Selama ini kita diajarkan bahwa mendengarkan adalah skill eksternal, sekumpulan teknik seperti mengulang pernyataan lawan bicara atau menjaga kontak mata. Pandangan ini bukan sekadar keliru, tapi juga membalik esensinya.


Mendengarkan adalah disiplin internal terlebih dahulu, baru kemudian menjadi skill eksternal. Inilah Paradoks Mendengarkan dalam Kepemimpinan:

Seseorang tidak akan pernah benar-benar mampu mendengar orang lain sebelum ia sanggup meredam ā€œkebisinganā€ dalam pikirannya sendiri.


Bagi seorang pemimpin, ā€œesensi mendengarkanā€ bukanlah satu keterampilan tunggal, melainkan sebuah praktik ganda.

  1. Pillar 1: Kehadiran Penuh yang Sadar (The Inner Game)

    Kemampuan untuk secara aktif mengelola dialog dalam diri, bias personal, serta dorongan refleksif untuk segera ā€œmemperbaikiā€ situasi.

  2. Pillar 2: Koneksi Empatik (The Outer Game Game) Kemampuan untuk benar-benar menyelaraskan diri dengan dunia dalam diri orang lain — emosi, makna, dan realitas yang sedang ia hidupi.

Pilar kedua tidak mungkin hadir tanpa penguasaan Pilar pertama.



Pillar 1: The Inner Game (Menguasai Kebisingan Dalam Diri Anda)

Orang yang paling sulit untuk Anda dengarkan dalam sebuah percakapan, sesungguhnya, adalah diri Anda sendiri.

Sebagai seorang eksekutif atau pemimpin, pikiran Anda adalah mesin berperforma tinggi yang telah dilatih untuk menyelesaikan masalah, menilai, dan bertindak cepat. Begitu seseorang mulai berbicara, mesin itu langsung menyala penuh, menciptakan ā€œkebisingan internalā€ yang memekakkan. Dialog dalam diri yang terus aktif bahkan sebelum Anda benar-benar memahami apa yang sedang disampaikan.


Kebisingan ini biasanya hadir dalam berbagai suara:

  • Suara ā€œFix-It":Ā  ā€œIni solusinya...ā€ ā€œSeharusnya dia melakukan ini saja.ā€

    Refleks untuk segera memperbaiki, bukannya terlebih dahulu memahami.


  • Suara ā€œPenghakiman":Ā  ā€œItu ide yang bodoh.ā€ ā€œDia terlalu emosional.ā€

    Penilaian yang muncul bahkan sebelum empati sempat bekerja.

  • Suara "Agenda":Ā  "Bagaimana cara mengarahkan percakapan ini kembali ke poin saya?ā€

    Dorongan bawah sadar untuk mengendalikan arah dialog, bukan mendalaminya.


  • Auara "Terburu-buru":Ā  "Saya punya rapat lain 10 menit lagi. Langsung ke intinya saja.ā€


Kamu tidak mungkin benar-benar hadir bagi orang lain ketika monolog internal ini sedang membajak perhatianmu.


Di titik inilah pemikiran Daniel Goleman tentang Emotional IntelligenceĀ menjadi sangat krusial. Kompetensi yang paling fundamental bukanlah empati, melainkan kesadaran diri (self-awareness) — kemampuan untuk mengenali pemicu emosional diri sendiri pada saat itu juga, ketika ia sedang terjadi.


Inilah kecerdasan paling sunyi namun paling menentukan: menyadari gelombang emosi sebelum ia berubah menjadi reaksi.Ā 


Seperti yang diajarkan oleh Zen Master Thich Nhat Hanh, mendengarkan secara mindful menuntut kita untuk ā€œmendengarkan dengan satu tujuan: membantu orang lain mengosongkan hatinya.ā€ Ini adalah tindakan kepemimpinan yang sangat mendalam — namun mustahil terwujud jika pikiran kita sendiri sudah penuh terlebih dahulu.



šŸ“¦ Contoh Corporate: Manajer Dinosaurus"


Seorang Chief Human Resources Officer (CHRO) sedang mendengarkan keluhan seorang manajer senior bernama David mengenai kebijakan baru Diversity & Inclusion yang baru saja diterapkan.


  • "Kebisingan Suara Internal" CHRO's:Ā  Suara penilaian dalam dirinya langsung menyala. ā€œDia ini dinosaurus. Anti perubahan. Orang seperti ini yang bikin budaya organisasi mandek. Aku harus membela kebijakan ini dan menjelaskan risiko hukum yang dia ciptakan."

  • Praktik "Mindful" (Pillar 1):Ā  Namun sang CHRO menyadarinya. Ia menangkap gelombang reaktif itu saat sedang muncul. Ia memberi label pada suara tersebut secara mental: ā€œAh, ini suara ā€˜pembelaan diri’-ku.ā€ Alih-alih mengikutinya, ia memilih untuk menunda impuls untuk ā€œmenangā€ dalam percakapan. Ia melepaskan kebutuhan untuk membuktikan diri benar, dan menggantinya dengan rasa ingin tahu yang sadar.

  • Hasilnya:Ā  Dengan kebisingan internal yang mulai mereda, ruang hadir pun terbuka. Dari ruang itulah muncul pertanyaan yang sungguh otentik, bukan defensif: ā€œDavid, bantu saya memahami lebih spesifik. Menurut Anda, dampak paling nyata dari penerapan kebijakan ini terhadap tim Anda bulan depan itu apa?"


Karena CHRO tidak bereaksi defensif, David pun tidak merasa perlu mempertahankan diri. Ia akhirnya mengungkap masalah sebenarnya: timnya sudah bekerja pada kapasitas 120% untuk proyek kepatuhan lain (Sarbanes-Oxley) dan tidak memiliki bandwidth tambahan. ā€œResistensinyaā€ bukanlah ideologis, melainkan murni masalah logistik.

Dengan mengelola inner game-nya, CHRO mampu mengidentifikasi potensi kegagalan implementasi yang krusial. Sebuah hal yang pasti akan terlewatkan jika ia membiarkan suara ā€œfix-itā€ internalnya menguasai percakapan.


Pillar 2: The Outer Game (Beralih dari Mendengar ke Menyelaraskan)


Hanya setelah Anda secara sadar menenangkan kebisingan internal, Anda memiliki kapasitas untuk membangun koneksi empatik yang sejati.


Disinilah terjadi pergeseran dari sympathy (merasa prihatin untuk mereka) ke empathy (merasakan bersama mereka). Sementara empathy adalah pilihan yang rentan, seperti yang dikatakan Brené Brown: "kesediaan untuk benar-benar terhubung dengan emosi yang mereka rasakan, bukan sekadar kata-kata yang mereka ucapkan".

Dalam konteks kepemimpinan, empati bukanlah soal menjadi ā€œlembutā€ atau terlalu permisif. Empati adalah alat strategis untuk mengumpulkan data yang lebih akurat.

Ketika Anda mampu terhubung dengan emosi yang mendasari; frustrasi, ketakutan, kebosanan, atau antusiasme, Anda dapat menembus ke akar masalah, bukan sekadar menangkap gejala yang tampak di permukaan.

Inilah yang dijelaskan Simon Sinek melalui konsep Circle of Safety. Sebagai seorang pemimpin, kemampuan Anda mendengarkan dengan empati menciptakan rasa aman psikologis dalam interaksi satu lawan satu. Ketika Anda mendengarkan sepenuhnya untuk memahami—bukan untuk menghakimi, membantah, atau memperbaiki—Anda secara non-verbal menyampaikan pesan: ā€œKamu aman bersamaku. Perspektifmu penting.ā€


šŸ“¦ Contoh Corporate: Karyawan Berprestasi Tinggi yang Tidak Terlibat


Seorang Wakil Presiden memiliki seorang ā€œbintangā€ berprestasi tinggi di timnya, Alex, yang selama ini memenuhi targetnya tetapi tampak tidak terlibat dan pendiam dalam rapat.


  • Pendekatan Yang Gagal (Tidak Sadar):Ā  Wakil Presiden memanggilnya. ā€œAlex, angka-angkamu bagus, tapi sikapmu menurun. Aku butuh kamu menjadi pemain tim. Apa masalahnya?ā€ (Ini 100% sepenuhnya agenda Wakil Presiden—gabungan dari ā€œPerbaiki,ā€ ā€œPenilaian,ā€ dan ā€œCepatā€ sekaligus).

  • Pendekatan Sadar-Empatik (Pilar 1 & 2):

    1. Pillar 1 (Inner Game):Ā  Wakil Presiden menenangkan suara ā€œCepatā€ di dalam dirinya. Satu-satunya tujuan pertemuan ini adalah memahami dunia Alex.

    2. Pillar 2 (Outer Game):Ā  Dia memulai dengan sebuah pengamatan dan pertanyaan tulus: ā€œAlex, pekerjaanmu tetap hebat seperti biasa, tapi saya merasakan bahwa belakangan kamu lebih pendiam dalam rapat tim kita. Saya hanya ingin mengecek, bagaimana keadaanmu sebenarnya?"

Karena Wakil Presiden menciptakan ruang yang bebas dari penilaian dan tidak digerakkan oleh agenda, Alex bisa jujur. Dia mengungkap data sebenarnya: ā€œTerima kasih sudah bertanya. Begini… saya bosan. Saya sudah menguasai peran ini, dan saya sudah mengerjakan proyek yang sama selama 18 bulan. Saya tidak melihat jalur perkembangan, dan saya mulai bertanya-tanya apakah masa depan saya ada di sini.ā€

Ini adalah data yang sangat berharga dan bisa ditindaklanjuti. Pendekatan ā€œperbaiki iniā€ akan memicu pertahanan Alex. Pendekatan Sadar-Empatik baru saja menyelamatkan salah satu karyawan terbaik perusahaan dari keinginan untuk resign.


Sintesa: Bagaimana Kehadiran Anda Membuka Kebenaran Mereka


Ini membawa kita kembali ke gambar diawal: Mendengarlah bukan semata pada apa yang dikatakan, melainkan juga pada keheningan yang berbicara


Kita pernah membahas kutipan ini sebelumnya, tetapi inilah makna terdalamnya: Anda tidak bisa mendengar keheningan mereka sampai Anda terlebih dahulu menciptakan keheningan dalam diri Anda sendiri.

Inilah ā€œLingkaran Mendengarkanā€ yang digunakan oleh para pemimpin elit:

  1. Kehadiran Anda yang Sadar (Mindfull Presence) (Pilar 1) menenangkan kebisingan internal Anda.

  2. Keheningan internal ini memungkinkan Anda menawarkan Koneksi Empatik (Empathetic Connection) (Pilar 2).

  3. Empati yang tulus ini menciptakan Keamanan Psikologis (Physchological Safety) bagi orang lain (sebagaimana didefinisikan oleh Amy Edmondson).

  4. Ketika orang merasa benar-benar aman, mereka berhenti hanya mengucapkan apa yang telah dikatakan (ā€œnaskah korporatā€ yang mereka kira ingin Anda dengar).

  5. Akhirnya mereka mulai mengungkapkan apa yang ada dalam keheningan mereka (risiko sebenarnya, perasaan yang sesungguhnya, dan ide brilian yang belum terbentuk).

ā€œKeheninganā€ yang Anda dengarkan adalah kebenaran. Dan ketenangan batin Anda sendiri adalah kunci yang membukanya.


Sebuah Undangan untuk Mendengarkan


Berhenti mencoba "menguasai" sepuluh teknik mendengarkan aktif. Kuasailah satu praktik ganda ini. Keterampilan mendengarkan paling canggih bukanlah skrip baru untuk dihafal, melainkan disiplin baru yang perlu dipupuk.

Ini bukan sekadar kemampuan biasa. Ini adalah inti dari kepemimpinan strategis.


Berikut latihannya untuk Anda:


  1. Latihan ā€œPerhatikan & Beri Namaā€

Dalam percakapan sulit berikutnya, perhatikan saja reaksi internal Anda sendiri. Saat reaksi itu muncul, beri label secara diam-diam: ā€œAh, itu bias ā€˜memperbaiki (fix-it)’ saya.ā€ ā€œItu rasa tidak sabar.ā€ ā€œItu defensif saya.ā€ Anda tidak perlu menghentikannya. Hanya dengan melihatnya adalah langkah pertama dan paling kuat.


  1. Aturan ā€œSatu Napasā€

Sebelum Anda menanggapi pernyataan yang sarat emosi terutama yang memicu reaksi Anda, ambil satu napas penuh dan sadar. Ini adalah kebiasaan-mikro yang membangun lingkaran kesadaran empati. Hal ini menciptakan jarak yang cukup antara kata-kata mereka dan reaksi Anda, sehingga Anda bisa memilih respons Pilar 2.


  1. Pembuka ā€œCeritakan Lebih Banyakā€

Ketika Anda merasa suara ā€œmemperbaiki (fix-it)ā€ Anda akan muncul, gunakan ungkapan ini sebagai gantinya: ā€œItu poin yang penting. Ceritakan lebih banyak tentang hal itu.ā€ Satu kalimat ini membuat Anda tetap dalam mode mendengarkan dan menenangkan agenda pribadi Anda.


Perjalanan mendengarkan dalam kepemimpinan tidak dimulai dari kata-kata orang lain. Ia dimulai dari kata-kata Anda sendiri. Tenangkan kebisingan di dalam diri Anda, dan barulah Anda benar-benar dapat mendengar hal yang paling penting.



Leksana TH

bottom of page