top of page

PEMIMPIN YANG MEMILIKI KESADARAN DIRI: Membangunkan Ranah Dalam Diri Kepemimpinan

  • Gambar penulis: Leksana TH
    Leksana TH
  • 17 Des 2024
  • 6 menit membaca

Diperbarui: 8 Nov

"Sampai Anda menjadikan ketidaksadaran itu sadar, ia akan mengarahkan hidup Anda, dan Anda akan menyebutnya takdir." —Carl Jung

Melampaui Kompetensi, Menuju Kesadaran

Ada saatnya kepemimpinan diukur dari kejelasan arah, eksekusi strategi, dan kemampuan untuk mendorong hasil. Namun, dunia telah berubah. Di era ketidakpastian, kompleksitas, dan interdependensi saat ini, kita diminta untuk memperluas apa arti kepemimpinan yang sebenarnya.

Di tengah transformasi yang cepat, kerusakan sistemik, dan kekecewaan global, organisasi tidak lagi hanya membutuhkan pemimpin yang kompeten. Mereka membutuhkan pemimpin yang memiliki kesadaran. Yaitu seorang pemimpin yang dapat memegang hal yang berlawanan (paradox), sembari memahami makna yang ada di tengah situasi chaos, dan menginspirasi bukan melalui kewibawaan, tetapi melalui kejernihan keberadaan kesadaran diri mereka.


Artikel ini adalah sebuah undangan menuju pergeseran sikap. Menuju ranah dalam diri kepemimpinan yang kurang terucapkan — kesadaran. Mari kita mulai dengan mengeksplorasi apa sebenarnya kesadaranĀ itu. Bukan hanya sebagai ide filosofis, tetapi sebagai realitas yang hidup yang membentuk cara kita memimpin, berhubungan, dan melayani.



Kesadaran: Melampaui Kesadaran (Kewaspadaan) dan Ingatan

Kebanyakan orang menggunakan kata kesadaran (consciousness), kewaspadaan (awareness), dan ingatan (memory)Ā secara bergantian. Namun ada perbedaan-perbedaan yang sangat penting dalam konteks kepemimpinan, karena pemahaman ini membentuk cara kita merespons apa yang terjadi di sekeliling kita. Kesadaran (consciousness) bukanlah sekedar menyadari sesuatu. Bukan pula sekadar mengingat kembali peristiwa masa lalu.


Bayangkan seorang pelukis dalam proses penciptaan suatu lukisan diatas kanvasnya.

Kewaspadaan (awareness)Ā mereka tertuju pada kuas, gerakan, serta tekstur dan nada warna yang muncul di kanvas. Ingatan (memory)Ā mereka mungkin mengingat kembali teknik, kesalahan masa lalu, atau inspirasi ide lukisannya apa. Namun, kesadaran (consciousness)Ā mereka—ini lebih halus, lebih dalam. Itu adalah kondisi dalam diri, kehadiran jiwa mereka saat melukis. Kesadaran itu adalah kesadaran diri sebagai seorang pelukis, pada saat yang sama, kesadaran yang dipenuhi dengan makna, perasaan, dan kejernihan pemikiran.


Seperti yang ditulis oleh Otto Scharmer dalam Theory U, "Kualitas hasil yang dihasilkan oleh sistem apa pun bergantung pada kualitas kesadaran dari mana orang-orang dalam sistem tersebut beroperasi." Kesadaran (Consciousness), oleh karena itu, adalah ruang di balikĀ kewaspadaan (awareness) kita. Kesadaran adalah pengamat yang dengan hening memperhatikan pikiran, perasaan, dan reaksi di dalam diri kita. Ketika kita menjadi sadar atas kesadaran kita sendiri, maka kita tidak lagi hanya menjalani hidup. Kita sedang mengalami si pelaku pengalaman hidup itu (the experiencer).


Kesadaran Dalam Diri Bukanlah Hanya Pikiran
Kesadaran Dalam Diri Bukanlah Hanya Pikiran

Dalam ranah yang tipis ini, seorang pemimpin sebenarnya tidak hanya bereaksi. Mereka juga sedang menyaksikan. Mereka menyediakan ruang bagi kompleksitas. Mereka mengetahui perbedaan antara pikiran reaktif mereka dan diri mereka yang membumiĀ (grounded self). Ini adalah langkah pertama menuju kepemimpinan sadar.



Ranah Dalam Diri Pemimpin: Kesadaran dalam Tindakan

Maria adalah CEO dari sebuah bank regional. Sangat dihormati, tegas dan cerdas.Ā Namun timnya sering menggambarkannya sebagai orang yang 'jauh' (menjaga jarak) secara emosional. Dalam situasi stres tinggi, ia akan berpegang teguh pada data, strategi, dan kontrol. Proyek-proyek berhasil diselesaikan. Tetapi orang-orang mengalami kelelahan. Budaya perusahaan mulai terkikis.

Dalam sesi coaching, Maria terdiam lama dan kemudian berkata, "Saya pikir saya takut terlihat. Bukan untuk peran saya, tapi sebagai seorang pribadi."


Momen itu adalah awal dari perubahannya. Saat ia mulai mau menelisik lebih jauh apa yang mendasari pola kecenderungan untuk suka mengontrol, ia menemukan kisah masa kecil tentang kebutuhan untuk menjadi sempurna agar merasa aman. Dan ketika ia menjadi sadarĀ akan skrip dalam dirinya itu, ia menemukan ruang untuk memilih cara merespon yang berbeda. Kepemimpinannya menjadi lebih luwes namun lebih dalam. Timnya mulai lebih memercayainya.


"Anda tidak dapat mengubah dunia tanpa mengubah diri sendiri."
—Gita Bellin

Ketika seorang pemimpin memperluas kesadarannya, mereka mulai dapat melihat dengan lebih jelas kisah-kisah yang selama ini mereka percayai sebagai hidup mereka. Mereka menyadari kapan mereka bereaksi karena ketakutan, membela sebuah jatidiri, atau sedang memerlukan dukungan. Mereka juga mulai melihat sistem di sekitar mereka dengan lebih jernih: medan sikap emosional di dalam ruangan, kebutuhan diri yang tak terucapkan, dan fakta yang ada namun tidak diakui.


Kepemimpinan yang sadar bukanlah tentang kesempurnaan. Ini tentang kehadiran jiwa dan perasaan mereka. Ketika para pemimpin berakar pada 'kehadiran', keputusan mereka membawa muatan integritas. Keheningan mereka membawa bobot pemahaman mendalam. Kata-kata mereka mendarat dengan gema yang menyentuh, bukan karena volumenya. Kesadaran, dalam pengertian ini, menjadi instrumen yang paling pentingĀ dalam kepemimpinan.



Praktik-praktik yang Menumbuhkan Kesadaran dalam Kepemimpinan Korporat

Jadi, bagaimana kita mengembangkan kesadaran diri?

Jawabannya bukan melalui lebih banyak konten, tetapi melalui lebih banyak kontak. Bukan dengan informasi, melainkan dengan pengalaman dalam diri.


Dalam proses fasilitasi pengembangan kepemimpinan yang saya lakukan, terutama melalui coaching dan konstelasi, berikut ini adalah beberapa praktik yang biasanya dapat membuka ruang bagi kesadaranĀ diri untuk muncul:


1. Memperlambat Ritme Diri untuk Lebih Dapat Merasakan (Sensing)

Sebagian besar pemimpin dilatih untuk merespon cepat. Namun kemampuan untuk merasakan (sensing)Ā membutuhkan proses perlambatan diri. Ini bisa dipraktikkan melalui journalingĀ reflektif, jeda mikro sebelum berbicara, atau retret hening rutin, yang intinya membantu diri kita untuk memperlambat ritme dan mulai dapat membedakan antara pikiranĀ diri yang mendalam dan kewaspadaanĀ (awareness).


"Di ruang antara stimulus dan respons, ada jeda. Di dalam jeda itulah terletak kekuatan kita untuk memilih respons kita. Di dalam respons kita itulah terletak pertumbuhan dan kebebasan kita." 
—Viktor Frank

2. Kerja Konstelasi Sistemik (Systemic Constellation Work)

Ketika para pemimpin melihat organisasi mereka sebagai sebuah sistem kehidupan, mereka menjadi sadar akan keterikatan, loyalitas, dan dinamika tersembunyi. Melalui proses konstelasi, mereka mulai bisa merasakan secara mendalam apa yang menjadi penyebab macet, hilang, atau tidak terlihatnya suatu masalah atau kerumitan di organisasi.


3. Kesadaran Somatik (Somatic Awareness)

Tubuh kita bisa menjadi kompas yang menunjukkan suatu kebenaran. Banyak reaksi tidak sadar kita sebenarnya hidup dan terjadi di dalam tubuh, jauh sebelum respon ini memasuki kawasan logika otak (kognisi). Body scanning, breathworkĀ (latihan pernapasan), dan somatic coachingĀ dapat membawa diri para pemimpin kembali terhubung ke indra yang dapat merasakan (felt sense) apa yang tak terlihat. Dari kemampuan ini, keputusan yang dibuat tidak lagi hanya bergantung pada apa yang rasional — tetapi akan muncul bibit kearifan dan juga ketajaman melihat.


4. Berproses di Bayangan Diri (Shadow) dan Identitas

Mengeksplorasi apa yang sebenarnya secara bawah sadar kita tekan, sangkal, atau terlalu kita pedulikan, akan dapat membuat lapisan ketidaksadaran kita muncul ke permukaan. Seperti yang dijelaskan oleh Robert Kegan dan Lisa Lahey dalam Immunity to Change, perilaku kita sering kali melindungi ketidaksadaran yang isinya adalah komitmen yang tak terucapkan (namun terikhtoarkan tanpa sadar). Mengungkapkannya memungkinkan terjadinya proses transformasi yang mendalam di diri Anda.


"Pencerahan adalah kekecewaan pamungkas bagi ego diri."
—Chƶgyam Trungpa

5. Menciptakan Ruang Dialog yang Bermakna

Ruang di mana orang dapat menyampaikan kebenaran tanpa penghakiman adalah hal yang langka. Namun, ketika diciptakan dengan niatannya, ruang-ruang ini dapat menjadi wadah bagi kesadaran kolektif. Dialog sejati bukanlah terwujud dalam suatu perdebatan. Namun ini adalah perasaan bersama (co-sensing)Ā tentang apa yang ingin muncul.


Praktik-praktik ini bukanlah teknik. Ini adalah suatu undangan untuk menjalanin hidup dengan cara dan sikap yang berbeda.


Jalan ke Depan: Jenis Kesuksesan yang Berbeda

Kepemimpinan tidak lagi hanya tentang visi, eksekusi, dan KPI (Key Performance Indicators). Hal-hal itu penting. Tetapi tanpa kejelasan dalam diri, semua itu bisa menjadi hampa. Kita diundang ke era kepemimpinan yang baru — di mana kesuksesan tidak hanya diukur dari pangsa pasar, tetapi dari makna. Bukan hanya dari hasil, tetapi dari gema efeknya.


"Perjalanan terpanjang yang akan pernah Anda tempuh adalah 18 inci dari kepala ke hati Anda."
—Andrew Bennett

Seorang pemimpin yang sadar diri tidak berusaha untuk mendominasiĀ sistem tetapi untuk mendengarkannya. Mereka tidak tertarik pada karisma, tetapi koherensiĀ (keselarasan). Kepemimpinan mereka berdampakĀ bukan karena mereka memerintah, tetapi karena mereka terhubung. Dan keterhubungan ini pada akhirnya, dimulai dari dalam diri Anda sendiri.


Jika artikel ini menggerakkan sesuatu di dalam diri Anda — sebuah pengakuan, sebuah jeda, sebuah kerinduan — maka ini bisa dianggap sebagai sebuah panggilan buat diri Anda. Bukan panggilan untuk menambahkan sesuatu yang lebih pada beban diri Anda. Tetapi sebagai undangan untuk berjalan dan kembali kepada diri Anda sendiri. Ini adalah suatu undangan bagi Anda untuk mulai memimpin dari tempat yang selalu Anda miliki tetapi mungkin Anda lupa untuk mempercayainya.



Kepemimpinan Sadar Diri Dimulai dari dalam Diri Anda

Dunia tidak membutuhkan lebih banyak pemimpin yang sempurna. Dunia membutuhkan lebih banyak pemimpin yang hadirĀ jiwanya (present). Pemimpin yang dapat masuk ke dalam kompleksitas tanpa perlu mengontrolnya. Pemimpin yang dapat menghadapi konflik dengan kasih sayang. Pemimpin yang cukup berani untuk menemui dan melihat diri mereka sendiri.


Jika Anda membaca artikel ini dan Anda merasa terinspirasi, atau mungkin muncul keinginan untuk berhenti sejenak, merenung, mendalami, saya menyambut Anda untuk ikut dalam perjalanan penelusuran ini, baik melalui coaching, kerja sistemik, atau ruang dialog untuk organisasi Anda. Saya sangat mendukung para pemimpin dan tim yang siap untuk memimpin dari sumber yang kesadaran diri yang lebih dalam.


Proses fasilitasi ini mungkin belum tentuk cocok bagi semua orang. Tetapi jika Anda merasa ini untuk diri Anda, Anda akan mengetahuinya. Bukan karena seseorang telah memberi tahu Anda. Tetapi karena sesuatu yang muncul dari dalam diri Anda mengingat pernah terjadi dan merasakannya.


Mari kita bertemu di sana.


(Leksana TH)

bottom of page